Sunday, August 21, 2011

Out of plan

Hidup adalah sebuah proses perjalanan manusia menuju tingkatan tertentu, yang pada akhirnya mereka akan sadar betapa Tuhan telah berbaik hati padanya dengan memberikan mereka kehidupan, yang singkat. Dan di akhir cerita, mereka akan menangis. Betapa hidup ini sangat berarti, terlewati dengan atau tanpa arti yang pantas untuk disejarahkan. Bicara tentang hidup, ada banyak opsi yang bisa kita pilih semaunya. Pilihan yang kita maui itu, kadang kala adalah jebakan yang bisa saja sengaja Tuhan berikan untuk menguji seberapa tinggi keimanan kita dalam menghidupi sebuah nilai kesyukuran. Beberapa orang lolos uji, tidak sedikit yang harus menyerah pada kenyataan, jatuh bangun mencari makna hidupnya sendiri.
Ketika hidup berjalan tidak seperti garis lurus, selalu tepat seperti yang kita inginkan. Apa jadinya?

Sudah satu minggu ini saya berada di tanah kelahiran, berdiam diri di dalam rumah yang dengan bau cat nya yang masih basah. Dingin, tenang, meskipun saya akui. Di sini, saya kembali menjadi Maya Previana sebelum menginjak 17 tahunnya, anak perempuan yang sangat manja. Dengan segala fasilitas yang orang tua berikan, saya malah terlena. Proyek khatam quran, so far mandeg di tengah jalan. Tidur menjadi dalih yang sempurna untuk menunda pekerjaan, atau setidaknya panggilan alam ketika Bapak atau Ibu meminta bantuan. Ampun!! 

Dinginnya Purworejo, yang sekarang bukan cuma di malam hari (Pagi-siang-malam totally dingin) mengembalikan memori saya ketika berjuang di Bandung sana. Ya, Bandung juga seperti ini. Dingin dan menentramkan. Bedanya, orang Purworejo makannya geblek, orang Bandung makannya gehu. Lebih dari itu, semua kenangan baik buruknya selama berhijrah di sana, semakin menguatkan betapa manusia sangat kecil kuasanya untuk mengatur segala sesuatu, Tuhan jauh-jauh-jauh Maha Besar untuk menjadikannya ada dan tiada. Dulu saya membayangkan, betapa indahnya Bandung di malam hari, berselimutkan hawa dingin dengan ditemani jagung bakar di pinggir jalan daerah Dago, ramainya kendaraan di Jalan Juanda, pengunjung FO yang membludak ketika weekend tiba, wisata kuliner, Jalan Ganeca yang melegenda itu, ya semuanya kembali merujuk pada satu pokok, "Sadarkah Kau berada di mana sekarang? Apakah sesuai mimpimu? Tidak bukan?" Niat saya bersekolah di sekolah Gajah harus tertunda. ITS telah menjadikan saya memiliki konsep diri sebagai manusia yang tangguh, kuat, sekalipun perasaan harus dikorbankan. Ya, sampai saat ini saya belum terlalu ikhlas menerima bahwa Allah menghendaki saya sekolah di sebuah institusi yang sama sekali tidak terbersit sebelumnya, bernama Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Sebenarnya semua sekolah baik mutunya, cuma untuk masalah ini yang jadi biang keladi nya adalah : saya tidak puas ketika mimpi saya tidak terpenuhi. Idealisme saya benar-benar menguras tenaga, pikiran, materi bahkan nilai rohani. Terlalu naif memang, tapi semakin saya sadar bahwa itu salah, saya semakin meyakini bahwa saya memang tertakdir demikian. Saya tidak bisa membiarkan sedikit bagian dalam hidup saya yang keluar dari master plan, saya tidak ingin merasa 'cacat' karena mimpi-mimpi besar saya hanya menjadi bualan belaka. Jiwa saya yang memang rigid, semakin memudahkan keidealismean saya merasuk, semakin dalam.

Ketika SMP, saya mengingingkan melanjutkan ke SMA Tarnus. Saya telah meminta kepada Ibu saya, beliau mengiyakan. Seiring berjalannya waktu, saya tidak berkesempatan menjadi siswa tarnus waktu itu. Sedih memang, tapi saya akan lebih sedih lagi jika hidup yang saya jalani berjalan tanpa iringan ridho orang tua. Tuhan berkehendak lain, saya melanjutkan jenjang selanjutnya di SMA terfavorit di kota Purworejo, SMAN 1 Purworejo dan mendapat bonus : masuk ke kelas akselerasi. Alhamdulillah.. 2 tahun terlewati, dengan segala ketidak-rasional nya :)

Ketika SMA, saya bertekad memasuki Institut Terbaik Bangsa, ITB. Merupakan sebuah kebanggaan jika saya berhasil mewujudkan mimpi terbesar saya kala itu. Segala daya dan upaya, mulai dari bimbel di Bandung selama satu bulan, berjuang bangkit dari keterpurukan, mencoba melupakan kisah awal tahun yang menguras emosi dan air mata (yang sampai saat ini, saya selalu menangis bila mengingatnya. A silent prayer for you, Mas!), menjadi manusia gagal, hampir menjadi remaja putus sekolah, tapi Alhamdulillah. Institut Teknologi Sepuluh Nopember menerima saya. Sebagai bonus : saya diterima di jurusan yang saya minati, Sistem Informasi. Semoga ini memang jalan hidup terbaik saya, amin :)

Melihat fakta hidup yang kadang pahit untuk diingat, kita bisa bercermin. Betapa manusia sangat kerdil dan tidak ada apa-apanya dengan dzat yang dengan segala keMaha-annya, Allah Swt. yang mampu membolak-balikkan hidup makhluk-makhlukNya, yang memiliki kekuatan Maha Besar nya dalam menjamah setiap hambaNya.
Sekalipun takdir berkata lain dari apa yang direncanakan, tapi Tuhan selalu tahu mana yang terbaik untuk setiap insanNya.



2 comments:

  1. santeeeeee,,,,you're still 17th gals,,masih ada 2 thn lagi
    taun depan nyoba lagi dekkk :D

    ReplyDelete
  2. sip sip, semoga bisa terwujud, amin. hahaha
    makasih ya mbak :)

    ReplyDelete